Guru Sebagai Fokus Utama Perbaikan Pendidikan Indonesia

8/13/2011 09:18:00 PM

Untuk mengejar ketertinggalan dunia pendidikan baik dari segi mutu dan alokasi anggaran pendidikan dibandingkan dengan negara lain, UUD 1945 mengamanatkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (www.anggaran.depkeu.go.id). Dana yang cukup tinggi bagi Indonesia yang notabene merupakan developing country atau negara yang sedang berkembang.
            Inti permasalahan di sini, bukan seberapa besar anggaran pendidikan yang dianggarkan, melainkan seberapa banyak manfaat atau peningkatan kualitas pendidikan Indonesia.
Secara keseluruhan, kualitas  pendidikan Indonesia jauh dari kata baik. Pada tahun 2010, kualitas pendidikan di Indonesia menduduki peringkat ke-160 di Dunia serta menurut survey Political and Economic Risk (PERC) kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Menyedihkan lagi ternyata posisi Indonesia berada di bawah Vietnam.
            Rendahnya kualitas pendidikan di tanah air antara lain tidak terlepas dari rendahnya kualitas sarana fisik serta rendahnya pula kualitas guru, ditandai dengan banyaknya guru tidak profesional. Guru itu untuk ditiru pepatah jawa lama yang masih menjadi pegangan sebagian besar warga Indonesia. Sikap anak tidak akan jauh dari orangtuanya. Begitu pula sikap murid yang tidak akan jauh dari gurunya. Guru adalah orangtua kedua kita bukan ?
Oleh karena itu, menurut hemat saya, hal yang paling utama untuk perbaikan kualitas pendidikan Indonesia, dimulai dari pendidiknya, yaitu guru. Etos kerja guru lebih tepatnya. Guru di Indonesia terutama PNS banyak yang mulai meninggalkan tanggungjawabnya. Hanya senang menunggu datangnya gaji,  pulang pagi, serta hobi datang ke acara – acara dinas.
Guru di Indonesia mungkin harus menengok ke depan, meninggalkan gaya mengajar lama yang biasanya hanya mencatat dan menjelaskan sekenanya tanpa memperdulikan berapa banyak dan manfaat ilmu yang diterima murid. Guru di Indonesia juga harus menengok kepada sekolah – sekolah swasta yang dibilang baru namun luar biasa. Gaji gurunya saja jauh lebih kalah dengan gaji guru PNS. Tapi semangat guru – guru tersebut luar biasa dalam berinovasi. Tidak malas untuk belajar dan beradaptasi dengan murid – murid yang berbeda jaman dengan mereka.
Hal paling penting dalam meningkatkan kualitas pendidik adalah kontrol dari pemerintah untuk guru di Indonesia. Satu sisi, pemerintah sudah melaksanakannya dalam bentuk pemberian sertifikasi untuk guru. Namun, masih banyak kekurangan di sana – sini. Misal, guru tersebut hanya mengandalkan jam mengajarnya yang minimal 24 jam seminggu sehingga harus menggeser posisi guru honorer yang mungkin kualitas dan etos kerja lebih tinggi dari “guru bersetifikasi” tersebut. Bukankah lebih penting jika pemberian sertifikasi kepada guru berdasarkan kualitas, etos kerja serta keberhasilan murid didiknya ? Banyaknya jam mengajar tidak bisa menjamin Indonesia memiliki guru yang profesional.
Indonesia perlu banyak guru yang profesional untuk memulai peningkatan kualitas pendidikan. Jika kualitas pendidikan baik, maka segala aspek pun akan berangsur baik pula.

Naskah ini didedikasikan untuk Indonesiaku tercinta,

You Might Also Like

8 comments

  1. hmm, aku jadi membayangkan andaikata seorang fresh graduate S3, yang juga punya title panjang melebihi panjang namanya, kemudian mengajar TK ataupun SD. apa mungkin peningkatan kualitas seperti itu yang dibutuhkan oleh para pendidik di Indonesia..?
    dulu ibuku (sorang pendidik juga) sering mengeluhkan buruknya kualitas guru TK dan SD, beliau menganalogikan kalau sorang murid itu adalah Rumah yang sedang dibangun. Pendidikan TK dan SD adalah pondasinya, SMP adalah dindingnya, dst...
    jika pondasinya saja tidak bisa kuat, mau jadi apa rumah itu..? walau megah dilihat, pasti juga akan mudah hancur (terbukti dengan banyaknya kejahatan kerah putih di negri ini, korupsi misalnya)
    anehnya lagi, bukan pemimpin negri ini yang peduli dengan hal ini, justru orang dari negri antah berantah sana, yang (aku juga ga' tau maksudnya) memberikan bantuaan, hibah, dll untuk mengembangkan pendidikan, tentu fokusnya adalah "pondasi" nya.
    lebih dari 4 tahun terakhir ibuku ikut juga didalam kegiatan peningkatan kualitas "pondasi" ini, dan diakui juga oleh beliau, program ini membuat kemajuan yang cukup signifikan di kota kita.
    semoga saja, langkah kecil dari orang "antah berantah" (lewat program DBE-2, COHOR 2, DALI, dll) dapat membuka mata para pemimpin negri ini dan ikut menyukseskannya...

    atau, pemerintah bisa menggunakan ide konyolku ini :D

    BalasHapus
  2. oh negeriku -,-
    iyaa yaa , seharusnya guru SD sama TK itu adalah guru yang profesional banget .
    TK sama SD itu bener2 anak dalam keadaan yang sangat baik untuk mendapatkan ilmu

    BalasHapus
  3. good posting ian :D
    boleh komentar ya..
    1. kalo masalah grading pendidikan, kita jelas kalah. kita punya siswa berpotensi kelas kakap tapi saudar2 kita yg (maaf) didaerah pinggiran masih jauh. penghitungan survey dipukul rata wilayah indo yg gede ini. coba kalo yg dihitung survey anak2 d pulau jawa saja. hasilnya mungkin beda.
    2. masalah guru, pengajar di indonesia yang "little bit touching" -> kurang menyentuh. mencontoh negara turki atau negara kecil turkmenistan misalnya. pendidikan dilakukan model asrama. ada pendekatan afektif dan kognitif. guru mendampingi siswa belajar d kelas (pagi) dan melakukan guidance sampai jam 10 malam.
    terimakasih ^_^

    BalasHapus
  4. @Fahry . intinya pelik dan dilematis ..

    BalasHapus
  5. peliknya dimana ? dilematis yang gimana?

    BalasHapus
  6. Pelik di sistem nya menurutku, habisnya sistem pendidikan ganti2 pun enggak bisa ngerubah secara signifikan . kayak yg kamu bilang, yg bener2 kelihatan gregetnya ya baru di pulau jawa ..

    dilematis di banyak sisi, misalnya aja dilematis soal pemberian sertifikasi . satu sisi kita perlu untuk meningkatkan kesejahteraan guru, tp satu sisi, guru yg bagaimana yg ditingkatkan kesejahteraannya ? Kamu pasti jg tahu lah banyak hal dilematis di negeri ini,
    *arah pembicaraan kemana2*

    BalasHapus
  7. ya benar. sistem baru sulit menunjukkan kata 'signifikan' yang berarti. kita lihat dulu

    1. soal guru yang musti diluruskan seperti yang kamu bilang, fungsional guru sebagai agen untuk mencerdaskan anak, bukan untuk meningkatkan kesejahteraan.

    2. motivasi keluarga kurang. Biasanya orientasi orang tua di daerah yang menganjurkan anaknya langsung kerja.

    ya begitulah ^^

    BalasHapus
  8. iya memang guru, fungsi utamanya untuk mencerdaskan. tapi kita jg perlu 'penghargaan' kan buat mereka yang benar2 'berkualitas' ?

    kadang ngerasa enggak adil juga sih buat mereka yang (maaf) ada dipinggiran sana .

    BalasHapus

Subscribe