Aku, Mas-Tukang-Fotocopy dan Indonesia
11/12/2011 05:41:00 PM
“Sebenernya aku pilih jadi tukang fotocopy dek, paling enak. Aku pernah jadi kondektur bis pariwisata, bener – bener susah. Aku berangkat dari Klaten jam setengah sepuluh pagi, sampai sana pagi buta. Aku nemenin sopirnya, jadi enggak tidur sama sekali. Enggak minum kopi juga. Paginya juga masih nyuci bisnya itu. Balik Klaten juga sama kayak gitu dek, pulang – pulang langsung tepar aku, hehe.”
Lebih kurang, sedikit penggalan cerita dari mas-tukang-fotocopy di dekat sekolah yang aku temui tadi sore selepas menempuh 1,5 jam pembelajaran di Neutron, bimbingan belajarku sekarang.
Adzan magrib mulai berkumandang saat ini, menambah rasa syukurku kepada Allah atas semua yang telah Dia berikan kepadaku selama ini.
“Aku juga pernah dek hidup di Jakarta.”
“Transportasi juga mas ?”
“Enggaaaaak .. Aku di sana buat jamu sama budheku. Lebih rekoso dek. Bangun jam tiga pagi, tidur jam sebelas malam ...”
“Waalaaaah mas..”
“Lebih enak jadi tukang fotocopy kayak gini kalau aku. Lagian hidup di jalan itu lebih susah juga daripada hidup di daratan.”
Aku sadar, aku lebih beruntung dari mas-nya tadi (lupa enggak kenalan #kyaaaaa :D).
“Lha dulu SMA apa STM mas ?”
“Aku SMA dek.”
“Lha terus nglanjutin lagi enggak mas ?”
“Enggak dek. Udah enggak kuat mikir aku, udah capek. Aku udah enggak mau mikir.”
“Aku mending langsung kerja dek. Kerja apa aja-lah. Sewaktu aku SMA dulu, aku juga sambil jadi kondektur.”
“Emang enggak sekolah mas ?”
“Nyambi jadi kondektur itu sewaktu liburan dek, hari minggu atau liburan gitu. Aku cuma enggak mau minta uang ke orangtua. Rasanya itu enggak kuat hati. Aku pengen kerja juga biar aku bisa bantu biaya adek – adek aku yang masih sekolah.”
Aku speechless di tempat. Pikiranku melayang ke bapak sama ibu yang mungkin masih bersama pekerjaan - pekerjaannya. Mereka bekerja untukku, untuk adikku, dan untuk kakakku. Mereka juga bekerja untuk kita sekeluarga makan, untuk kita sekeluarga seneng – seneng, dll.
Harmonika kehidupan ini, nggak bakal bisa aku dapetin di sekolah manapun. Mas-nya bilang kayak gitu soalnya mas-nya udah ngerasain gimana rasanya hidup susah.
Lagi – lagi, aku cuma bisa bersyukur. Bersyukur sama Allah atas nikmat – nikmat ini. Bersyukur sama Allah atas semua yang udah aku dapetin selama ini.
“Kamu tahu baju yang aku pakai ini ? Ini bajuku di bis pariwisata ke Jakarta baru – baru ini.”
Dan percakapan sore itu terhenti bersamaan dengan selesainya copy-an materi unsur periode tiga yang aku copy untuk teman – teman kelasku. Bersamaan pula dengan gerimis yang mulai turun secara perlahan. Rintik – rintik.
Aku pamit setelahnya, berjalan mengambil motor dan mulai mengendarainya, menerjang gerimis yang perlahan menjadi hujan. Sembari fokus dengan jalanan, aku berjanji, aku harus berjuang dan berusaha di atas rata – rata untuk memperjuangkan mimpi – mimpiku, impianku !
Aku enggak mau bikin beban tambahan di pundak orangtuaku lagi !
Nb : Percakapan diatas sudah diterjemahkan dari percakapan asli. Percakapan aslinya tentu menggunakan bahasa jawa. Ya, mungkin lebih terasa menggajal. Tapi, terimakasih telah membaca ^^
Ini mimpi, bukan konyol – konyolan semata
Ini mimpi, bukan ocehan belaka
Ini mimpi sekedar untuk di impikan
Tapi ini mimpi, untuk diperjuangkan !
Dan terakhir, selamat Hari Pahlawan, Indonesia !
Kami akan berjuang, bekerja keras meneruskan perjuangan pahlawan kami selama ini.
Kelak kami akan menjadi nahkoda-mu, membawamu berlayar menuju ke arah yang lebih baik !
Aamiin :)
5 comments
wow, kereeeeennnnn *_*.. potokopian mana we mbak?
BalasHapuskeren apanya ? relatif lho yaa :P
BalasHapuskeren akunya atau tulisannya atau mas fotocopy-an atau kamunyaa ? :D haha
keren akunyaa.. wkwkwk
BalasHapusmaju terus pemuda pemudi harapan bangsa!
BalasHapussetujuuuuu !
BalasHapuskalo bukan kita siapa lagi ? kalo bukan sekarang, kapan lagi ?