Membayangkan Tahun Depan (Krisis Wanita Menjelang Usia 20-an)

12/30/2014 12:35:00 AM

Sejujurnya saya sedikit tertawa kecil ketika pertama kali menuliskan judul di atas. Membayangkan diri saya sebagai wanita yang harus terlihat anggun, tidak sembrono apalagi banyak tingkah. Saya  sadar bahwa saya masih jauh dari itu semua. Mungkin, itu menjadi salah satu faktor mengapa saya memiliki ketakutan tersendiri untuk menghadapi tahun depan. Iya, tahun depan, 2015, ketika saya resmi menyandang angka dua pada kepala umur saya.

---

Membayangkan tahun depan, artinya saya akan semakin dekat dengan tahun depannya lagi. 2016. Tahun di mana saya akan lulus, dan memulai kehidupan nyata saya. Saya akan menjadi orang (yang dianggap) sudah dewasa oleh sosial. Saya akan memiliki tanggungjawab yang lebih banyak, untuk diri saya dan untuk masa depan saya. Tidak mungkin pada tahun itu saya masih menggantungkan diri atau bahkan meminta belas kasihan dari orang tua saya. 

Mengingat tahun depan yang tinggal menghitung jari, membuat saya sadar bahwa masa 'seenaknya saya' akan habis sebentar lagi. Tinggal satu tahun atau 365 hari saja saya masih bisa melakukan hal sesuka saya, pergi ke sana-sini, ikut ini-itu, tanpa memikirkan hal yang bersifat materialistik. Toh, masih ada back-up orang tua ketika terjadi apa-apa. 

Kurang lebih sisa satu tahun, sebelum kecemasan aktualisasi diri di dalam pekerjaan/karir, finansial hingga kehidupan berkeluarga akan hadir dan menjadi hal yang nyata dalam kehidupan saya. 

Semakin dekat dengan tahun depan dan tahun depannya lagi, menurut saya semakin banyak hal yang harus dipertimbangkan dan dimatangkan. 
  • Setelah saya lulus, apakah saya harus langsung bekerja baru mengambil master atau saya langsung melanjutkan studi strata dua saya baru saya bekerja dan meniti karir, atau apakah saya harus mengambil sertifikasi lalu bekerja lalu mengambil studi lanjutan, atau sebaliknya. 
  • Apakah pekerjaan yang saya cita-citakan sekarang adalah pekerjaan yang tepat untuk saya. 
  • Apakah saya benar - benar suka atau sekadar saya bisa melakukannya. 
  • Apakah yang saya lakukan sekarang dapat membantu saya dalam menyusun masa depan saya. 
  • Apakah yang saya lakukan sekarang benar - benar ingin saya lakukan. 
  • Bagaimana sebenarnya jodoh saya kelak. 
  • Apakah saya bisa menikah di usia muda, ataukah fokus pada karir akan menunda pernikahan saya. 
  • Bagaimana rupa dan perangai jodoh saya, dan bagaimana kami akan dipertemukan.
  • Sebaikanya kapan saya harus mengambil asuransi kehidupan saya,
  • Ke mana kah saya harus menginvestasikan uang saya sehingga masa tua saya tidak perlu bekerja terlalu keras.
  • dan lain - lain


Menjelang tahun depan, ketika usia saya akan genap dua puluh, saya merasa bahwa banyak hal yang  mulai menampakkan rupa aslinya. Hal - hal sederhana dianggap rumit dan berlebih. Sesuatu yang terlihat stabil ternyata sangat labil. Obsesi menjadi dewasa dengan ekspektasi besarnya ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Mengalami jatuh - bangun - lalu jatuh lagi - kemudian berusaha untuk bangun lagi, begitu seterusnya. Tuntutan sosial dan keluarga akan semakin menjadi-jadi.

---

Saya hanya berusaha realistis. Terlepas dari saya yang mengaku mampu menghadapi apa yang menjadi ketakutan saya.

Ada tiga hal yang perlu saya lakukan segera mungkin. Pertama dan kedua, saya  harus mempertimbangkan dan mematangkan banyak sekali hal. Semata - mata agar saya tidak salah langkah. Saya perlu merefleksikan ulang ingin menjadi siapa dan apa nanti. Semakin bertambah semester, semakin banyak pula informasi yang saya dapatkan, yang membuat saya harus tetap merefleksikannya ulang. Ketiga, melakukan secara nyata hal-hal yang diperlukan untuk menghadapi ketakutan saya tersebut.

Saya pernah berkata kepada teman saya bahwa hanya waktu yang dapat mengalahkan manusia. Tapi bukan berarti kita tidak bisa berteman dengan waktu, bukan?

Mari bersiap!


You Might Also Like

1 comments

Subscribe