Satu Orang Untuk Katakan Tidak Pada Styrofoam

6/01/2013 07:49:00 PM

Sembilan bulan sudah aku “menumpang” di kota yang orang sebut sebagai ibukota negara. Aku sebut menumpang karena dua alasan, yang pertama aku bukan warga asli kota Jakarta dan yang kedua aku bahkan tidak bisa memastikan berapa lama lagi aku akan tinggal di sini.

Sembilan bulan merupakan waktu yang sangat cukup untuk melihat dan mengamati lingkungan baruku. Banyak hal yang berbeda jika dibandingkan dengan kota asalku, Klaten. Perbedaan lingkungan merupakan salah satu perbedaan yang mencolok.

Jika setelah hujan adalah hawa dingin yang dirasa, di Jakarta aku tidak selalu merasakannya. Hawa dingin setelah hujan hanya terkadang datang dan itu pun sangat jarang. Belum lagi dengan polusi udara, selokan -baik kecil maupun besar- dan sungai yang berwarna, berbau dan bersampah.

Satu pikiran yang terlintas dalam pikiranku adalah, jika semua daerah di bumi ini seperti itu, apa kabar kita dimasa depan? Tanpa pohon rindang, tanpa udara segar, tanpa sumber daya alam yang memadai dan yang paling penting tanpa kepedulian orang-orang terhadap bumi.

Padahal, bumi tidak pernah membutuhkan kita, tetapi kita yang membutuhkan bumi. Bumi bisa memperbaiki dirinya sendiri tanpa kita. Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menjaga bumi sebagai bentuk terima kasih kita selama ini.

Berkaitan dengan itu, di sini terdapat juga kebiasaan yang berbeda dari daerah asalku yang tidak menunjukan bentuk terima kasih kepada bumi. Kebiasaan yang terlihat kecil, tapi berdampak sangat besar pada lingkungan: Penggunaan STYROFOAM!

Intensitas penggunaan styrofoam di sini begitu besar. Setiap membeli bubur ayam, nasi goreng, nasi ayam, dan makanan-makanan lain hampir semua menggunakan styrofoam. Di dalam styrofoam terdapat plastik atau kertas minyak. Di dalamnya lagi terdapat sendok plastik lalu dibungkus dengan plastik kresek. Setelah selesai dimakan, semua barang-barang tersebut dibuang ke tempat sampah –atau bahkan terkadang dimana pun tempat yang bisa menjadi pembuangan-. Pemborosan dan sangat menyakitkan bumi, bukan?

Padahal kita tahu, bagi lingkungan styrofoam  adalah musuh terbesar. Styrofoam dibuat menghasilkan limbah berbahaya, penghasil CFC yang mendorong efek rumah kaca, susah diurai dan kurangnya fasilitas daur ulang. Apalagi jika dimusnahkan dengan cara dibakar, styrofoam akan melepaskan zat berbahaya di udara dan akan membuat polusi udara. Akhirnya, styrofoam hanya akan menumpuk menjadi sampah dan mencemari lingkungan---membunuh bumi secara perlahan.

Plastic+Styrofoam=kill earth, kill your self
Bagi kesehatan kita, styrofoam juga tidak menjadi rekomendasi kemasan makanan. Kandungan benzena pada proses pembuatan styrofoam sangat berbahaya bagi tubuh. Kandungan benzena pada tubuh akan merusak sel darah merah, yang pada jangka panjang akan berdampak pada anemia dan melemahnya sistem imun. Ditambah dengan lembaga dunia seperti World Health Organization`s International Agency for Research on Cancer dan EPA (Enviromental Protection Agency) yang telah mengategorikan styrofoam sebagai bahan karsinogen (bahan penyebab kanker).

Meskipun styrofoam memberi efek buruk bagi kesehatan dan lingkungan, pada kenyataannya sangat susah untuk mencari pengganti styrofoam sebagai wadah makanan yang praktis dan murah. Tapi ingatlah, bahwa every BIG step start from an inchi, kita bisa memulai langkah mbesar penolakan penggunaan styrofoam dari diri kita sendiri. Take action, share and campaign, dan cepat atau lambat sekitarmu akan mengikutimu.


Satu juta orang tidak akan menjadi satu juta jika tidak ada satu. Jadi, siapkah untuk memulai menjadi salah satu?

You Might Also Like

2 comments

  1. mendingan pakai pincuk dau pisang di samping irit juga ramah lingkungan

    BalasHapus
  2. suatu tantangan besar bagi keilmuan pangan untuk menemukan kemasan yang praktis dan edible..

    BalasHapus

Subscribe