Lagu Lawas Bapak

9/14/2014 03:07:00 AM

Deretan lagu lawas menemani petangku kemarin, sembari berdiri di dalam transjakarta, dekat dengan bapak supir. Aku selalu memilih berdiri di dalam area wanita sekadar untuk melindungi diri dari hal-hal yang tidak diinginkan.



Broery Marantika dengan "Ayah"-nya, Betharia Sonata dengan "Hati yang Luka'-nya dan beberapa lagu yang aku lupa siapa nama penyanyinya tapi masih termasuk tembang lawas membuatku menatap jalanan dari dalam transjakarta sembari bernyanyi-nyanyi kecil. Generasi 95'an, lagu dari generasi 60-70'an. 


Lagu lawas sangat identik dengan Bapak. Bagaimana bisa aku tidak hapal lagu-lagu tahun sebelum aku-mengerti-ada-kalimat-yang-memiliki-nada jika setiap hari Bapak selalu memutarkan kaset (hingga sekarang berwujud CD/DVD) dari album yang berisi lagu-lagu tersebut? Aku sudah kenyang dengan itu. 

-----

Kepada diriku sendiri aku terkadang berkata bahwa Bapak adalah ayah yang paling menyebalkan. Aturannya seperti kepala Bapak, keras. Sejak dulu masih tidak berubah. Sejak aku masih suka pipis di celana, sejak aku sudah tahu tentang bernyanyi dan mulai mengerti sesekali dengan lagu-lagu favorit Bapak.

Bapak kerap marah jika kita membuat rumah kotor: entah karena sampah sembarangan maupun telapak kaki anak-anaknya yang menghitam sehabis bermain. Jika diakumulasikan, sudah ribuan kali Bapak selalu mengingatkan kita untuk selalu menutup pintu rumah, menyapu bekas ban sepeda motor yang diparkirkan di dalam rumah hingga menyuruh mandi anak-anaknya yang malas mandi.

Bapak juga marah jika kami pulang terlalu malam, jika kami terlalu banyak bermain. Bapak entah kenapa beberapa kali melarang aku untuk datang ke acara yang menurut beliau tidak penting padahal itu sangat penting untukku. Perbedaan generasi membuat banyak hal yang berbeda, termasuk pandangan akan sesuatu. Bapak tidak suka dengan pramuka ataupun kegiatan ekstrakulikuler yang membuat aku menghabiskan waktu diluar bersekolah dengan itu, termasuk waktu sabtu-minggu yang harusnya dapat dihabiskan di rumah saja. 

Bapak juga akan menjadi orang pertama yang paling ribet untuk urusan waktu. Jika harusnya kita bisa berangkat ke stasiun pukul 19.00 dari rumah (dengan jadwal keberangkatan 20.00), Bapak akan menyuruh kita untuk siap sejak pukul 18.30 dan berangkat tidak jauh dari jam itu. Seringkali membuat kita harus menunggu lebih lama di stasiun.

Terakhir sebelum aku kembali ke Jakarta, Bapak marah besar ketika tahu aku akan pergi ke Malang untuk beberapa hari hanya berdua dengan salah satu sahabatku dari bangku menengah atas. Anehnya, sore hari Bapak masih bertanya dengan baik kepadaku tentang aku akan menginap di mana, apakah aku masih punya uang saku, apakah semua barang sudah dikemas dengan baik; malam harinya sebelum berangkat Bapak marah-marah karena menganggap bahwa keputusanku untuk liburan ke Malang adalah hal yang tidak masuk akal. Bapak marah hingga tidak mau mengantarku ke tempat travel. Namun, Bapaklah yang memulai pertama kali percakapan ketika aku sudah sampai kembali ke rumah setelah beberapa hari di Malang. Menanyakan apakah aku gembira di sana.

Baru setelah aku bertambah usia (dan harusnya) lebih dewasa, aku paham bahwa terkadang Bapak mengekspresikan bentuk rasa sayang, perhatian dan ketakutan-akan-hal-yang-ditakutkan dalam bentuk yang berbeda, yang kerap kali aku sebut sebagai cara yang salah. Sangat tidak adil memang jika aku menyebutnya salah padahal aku juga tidak tahu bentuk salah maupun benarnya. Teman-temanku seringkali berkata kalau Bapakku adalah ayah yang galak. Aku setuju, terutama saat aku yang menjadi tersangka! :p

-------

Bapak adalah ayah paling keren di seluruh dunia. Meskipun terkada caranya berbeda tetapi perbedaan cara itu yang membantu membangun karakter yang ada dalam diriku sekarang. Cinta dan kasih sayang Bapak kepada anak-anak serta keluarganya sangat besar hingga tidak dapat terbendung.

Sebenarnya tulisan ini adalah tulisan yang aku buat karena aku merindukan Bapak. 

Aku rindu Bapak yang selalu mengajakku berkeliling desa dengan sepeda motor di malam hari, memintaku untuk menemani Bapak jajan ke minimarket dan membeli minuman kemasan favorit beliau atau makan di tempat-tempat makan kesukaan Bapak.
Aku rindu dengan Bapak yang melarangku untuk cepat-cepat kembali ke perantauan, padahal ada hal yang harus diselesaikan. 
Aku rindu dengan Bapak yang paling kerap menanyakan kapan aku akan pulang. 
Aku rindu dengan Bapak yang melarangku untuk membeli minuman di pinggir jalan dan menyuruhku untuk membeli minuman botol saja. 
Aku rindu dengan Bapak yang menyuruhku untuk belajar dan tidak menghabiskan banyak waktu untuk urusan diluar akademik karena Bapak tidak ingin aku kelelahan dan jatuh sakit.
Aku rindu ...

Tadi malam Bapak menelepon, menanyakan apakah aku baik-baik saja. Ada tangis karena rindu yang ditahan yang aku bisa tahu dari ucapan Bapak. Iya, Pak. Anakmu juga sepertimu: rindu.






You Might Also Like

1 comments

  1. Luar biasa saya baca ini, ayah itu paling sayang terhadap anak perempuannya, marah adalah tanda kasih sayang yang luar biasa dari seorang ayah untuk membina keluarganya,,jadi pingin pulang...ahahaha

    BalasHapus

Subscribe